pengertian sosiologi pedasaan

pengertian sosiologi pedesaan
April 1, 2010
By amelliafitta

Arti Desa menurut beberapa tokoh[1]

1. Sutardjo Kartohadikusumo

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

2. C.S. Kansil [2]

Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Menurut Bintarto

Desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ(suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.

4. Paul H. Landis

Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan, alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

d. Sistem kehidupannya berkelompok

e. Termasuk kedalam masyarakat homogen dalam hal mata pencaharian, agama, adat-istiadat

f. Homogenitas Sosial

g. Hubungan primer

h. Kontrol sosial yang ketat

i. Gotong-royong

j. Ikatan sosial

k. Magis religius

Ø Dari beberapa pengertian tentang desa diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa Desa adalah sebuah wilayah yang ditempati sejumlah penduduk yang daerahnya masih dipenuhi oleh pepohonan dan lahan kosong, dan kekerabatan diantara penduduknya sangat erat dimana penduduknya memiliki sistem pemerintahan sendiri.

Ø Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)

Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut [3] :

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

Ø Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita ini mengenal bermacam macam gejala, diantaranya sebagai berikut [4]:

a. Konflik (pertengkaran). Pertengkaran terjadi biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar keluar rumah tangga.Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dsb.

b. Kontroversi (pertentangan) Pertentangan ini bisa disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna (black magic).

c. Kompetisi (persiapan) Masyarakat Pedesaan adalah manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasa dan mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif.

d. Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan. Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain, jadi jelas bahwa masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa aktivitas.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

pengaruh sistim multi partai terhadap politik indinesia di era demokrasim liberal

293
5
Belum ada chart.


Belum ada chart.


Nihil.


Akhirnya, Presiden SBY tidak tahan juga dengan sinyaliran bahwa Koalisi yang dibentuknya untuk memenangkan Pilpres 2009 dan menghantarnya ke masa presedensial jilid ke-2 telah menjalankan politik yang pada hemat Partai Demokrat dan Presiden, dapat dipandang melanggar kaidah etika politik. Seruan Presiden kepada unsur-unsur Koalisi yang berjalan bersama Partai Demokrat, didasarkan gejala bahwa koalisi tampak tidak solid bahkan terkesan terpecah dan saling bersebrangan semenjak pengguliran Hak Angket Centuty yang menyisakan Partai Demokrat sendirian dan akhirnya ikut menyetujui penggunaan Hak Angket pada injury-time setelah BPK secara resmi menyatakan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam bail-out Century. Pernyataan BPK sebelumnya digunakan Partai Demokrat sebagai alasan normatif mengapa tidak segera menyetujui penggunaan Hak Angket dalam Kasus Century.

“Bapak Presiden intinya hanya menyampaikan agar etika politik diperhatikan. Jadi kan memang semuanya kami kembalikan lagi bagaimana cara beretika politik yang benar dan tepat,” kata juru bicara Presiden Julian Adrian Pasha, di Cikeas, Sabtu (26/12/2009).

Presiden SBY menyerukan agar partai-partai Koalisi, antara lain PKB, PAN, PKS, PPP, Golkar menjalankan etika politik yang baik. Penegasan Presiden terkait pernyataan-pernyataan dari unsur koalisi yang tampaknya tidak mencerminkan lagi harmoni koalisi, sebaliknya memberi sikap berbeda dengan Partai Demokrat. Sejumlah media mensinyalir, bahwa kerasnya PAN dan PKS dalam kasus Century dikabarkan membuat partai mitra koalisi pemerintah tak harmonis.

Sebelum seruan Presiden itu, salah satu anggota Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul mengecam sejumlah partai seperti PKS, PAN dan Golkar yang membesar-besarkan kasus Century di Pansus. Seruan yang kemudian dianggap dapat menjadi bumerang bagi Partai Demokrat.

Etika Politik, Bukan Retorika Politik

Sebenarnya, jika berpikir positif saja, seruan Presiden SBY sudahlah sesuatu yang wajar dan normatif sifatnya. Etika politik secara sederhana berarti, bahwa dengan menjalankan kehidupan politik yang baik dan benar, sesuai nurani, maka seorang politisi semakin memanusiawikan dirinya, berarti pula komitmen-komitmennya pada nilai luhur dalam perpolitikan. Jika demikian, seruan Presiden dalam pengertian sedemikian menjadi penting bagi semua politisi.

Sayang, kalau memang sementara partai politik hanya ingin “menyerang balik” Presiden SBY hanya karena ‘kue kabinet’ KIB ke-2 tidak memuaskan partisipan koalisi sebagaimana disinyalir Ikrar Nusabakti di salah satu stasiun TV swasta. “Koalisi dalam situasi pertentangan seperti sekarang dapat saja merupakan cerminan ketidak-puasan peserta Koalisi”, demikian dikemukakan Ikrar Nusabakti.

Meski demikian, tetaplah tertinggal pertimbangan positif lain terhadap sikap partai koalisi, bahwa jika kepentingan rakyat dikorbankan untuk menjaga keutuhan koalisi itu dapat berarti juga melanggar etika politik atas cara lain. Politik akal-sehat senantiasa menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai.

Jika demikian, kiranya himbauan Presiden SBY dapat diterima dengan pikiran positif dan dalam, sebagai introspeksi dan otokritik. Konsekuensinya, perbedaan prinsip (politik) hanyalah kenisbian, bahkan terkadang tampak bertentangan. Dan bila itu terjadi, hal itu tidak langsung berarti pula, sebagian menjalankan etika politik, sementara yang berbeda tidak menjalankannya.

Seorang komentator di Blog Kompasiana mengingatkan kita akan catatan salah satu tokoh perintis demokrasi akal-sehat di Indonesia Mochtar Lubis akan hal itu. Boleh berbeda, tetapi untuk kepentingan demokrasi, ya, untuk kepentingan rakyat, boleh berbeda keras di Senayan, tetapi di luar mereka tetap bersahabat sebagai warga negara. Presiden SBY sebagai yang terdepan dalam mengumandangkan Etika Politik dapat berkomitmen dan konsisten menghormati perbedaan yang berdasarkan politik nurani, common-sense, dan selanjutnya menghindari komentar, agar seruan Etika Politik tidak direduksi maknanya menjadi retorika politik yang lain.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

etika politik

293
5
Belum ada chart.


Belum ada chart.


Nihil.


Akhirnya, Presiden SBY tidak tahan juga dengan sinyaliran bahwa Koalisi yang dibentuknya untuk memenangkan Pilpres 2009 dan menghantarnya ke masa presedensial jilid ke-2 telah menjalankan politik yang pada hemat Partai Demokrat dan Presiden, dapat dipandang melanggar kaidah etika politik. Seruan Presiden kepada unsur-unsur Koalisi yang berjalan bersama Partai Demokrat, didasarkan gejala bahwa koalisi tampak tidak solid bahkan terkesan terpecah dan saling bersebrangan semenjak pengguliran Hak Angket Centuty yang menyisakan Partai Demokrat sendirian dan akhirnya ikut menyetujui penggunaan Hak Angket pada injury-time setelah BPK secara resmi menyatakan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang dalam bail-out Century. Pernyataan BPK sebelumnya digunakan Partai Demokrat sebagai alasan normatif mengapa tidak segera menyetujui penggunaan Hak Angket dalam Kasus Century.

“Bapak Presiden intinya hanya menyampaikan agar etika politik diperhatikan. Jadi kan memang semuanya kami kembalikan lagi bagaimana cara beretika politik yang benar dan tepat,” kata juru bicara Presiden Julian Adrian Pasha, di Cikeas, Sabtu (26/12/2009).

Presiden SBY menyerukan agar partai-partai Koalisi, antara lain PKB, PAN, PKS, PPP, Golkar menjalankan etika politik yang baik. Penegasan Presiden terkait pernyataan-pernyataan dari unsur koalisi yang tampaknya tidak mencerminkan lagi harmoni koalisi, sebaliknya memberi sikap berbeda dengan Partai Demokrat. Sejumlah media mensinyalir, bahwa kerasnya PAN dan PKS dalam kasus Century dikabarkan membuat partai mitra koalisi pemerintah tak harmonis.

Sebelum seruan Presiden itu, salah satu anggota Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul mengecam sejumlah partai seperti PKS, PAN dan Golkar yang membesar-besarkan kasus Century di Pansus. Seruan yang kemudian dianggap dapat menjadi bumerang bagi Partai Demokrat.

Etika Politik, Bukan Retorika Politik

Sebenarnya, jika berpikir positif saja, seruan Presiden SBY sudahlah sesuatu yang wajar dan normatif sifatnya. Etika politik secara sederhana berarti, bahwa dengan menjalankan kehidupan politik yang baik dan benar, sesuai nurani, maka seorang politisi semakin memanusiawikan dirinya, berarti pula komitmen-komitmennya pada nilai luhur dalam perpolitikan. Jika demikian, seruan Presiden dalam pengertian sedemikian menjadi penting bagi semua politisi.

Sayang, kalau memang sementara partai politik hanya ingin “menyerang balik” Presiden SBY hanya karena ‘kue kabinet’ KIB ke-2 tidak memuaskan partisipan koalisi sebagaimana disinyalir Ikrar Nusabakti di salah satu stasiun TV swasta. “Koalisi dalam situasi pertentangan seperti sekarang dapat saja merupakan cerminan ketidak-puasan peserta Koalisi”, demikian dikemukakan Ikrar Nusabakti.

Meski demikian, tetaplah tertinggal pertimbangan positif lain terhadap sikap partai koalisi, bahwa jika kepentingan rakyat dikorbankan untuk menjaga keutuhan koalisi itu dapat berarti juga melanggar etika politik atas cara lain. Politik akal-sehat senantiasa menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai.

Jika demikian, kiranya himbauan Presiden SBY dapat diterima dengan pikiran positif dan dalam, sebagai introspeksi dan otokritik. Konsekuensinya, perbedaan prinsip (politik) hanyalah kenisbian, bahkan terkadang tampak bertentangan. Dan bila itu terjadi, hal itu tidak langsung berarti pula, sebagian menjalankan etika politik, sementara yang berbeda tidak menjalankannya.

Seorang komentator di Blog Kompasiana mengingatkan kita akan catatan salah satu tokoh perintis demokrasi akal-sehat di Indonesia Mochtar Lubis akan hal itu. Boleh berbeda, tetapi untuk kepentingan demokrasi, ya, untuk kepentingan rakyat, boleh berbeda keras di Senayan, tetapi di luar mereka tetap bersahabat sebagai warga negara. Presiden SBY sebagai yang terdepan dalam mengumandangkan Etika Politik dapat berkomitmen dan konsisten menghormati perbedaan yang berdasarkan politik nurani, common-sense, dan selanjutnya menghindari komentar, agar seruan Etika Politik tidak direduksi maknanya menjadi retorika politik yang lain.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

struktur politik

STRUKTUR POLITIK
June 20th, 2010 • Related • Filed Under
Filed Under: Umum
Tags: christianingsih 1EB11

STRUKTUR POLITIK SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI, HUKUM dan KEKUASAAN

I. Struktur Politik

Politik adalah suatu proses dimana masyarakat memutuskan bahwa aktivitas tertentu adalah lebih baik dari yang lain dan harus dilaksanakan. Dengan demikian struktur politik meliputi baik struktur hubungan antara manusia dengan manusia maupun struktur hubungan antara manusia dengan pemerintah. Selain itu, struktur politik dapat merupakan bangunan yang nampak secara jelas (kengkret) dan yang tak nampak secara jelas.
Hal ini dapat terlihat dari contoh-contoh sebagai berikut:

a) faktor-faktor yang bersifan informal (tidak atau kurang resmi) yang dalam kenyataan mempengaruhi cara kerja aparat masyarakat untuk mengemukakan, menyalurkan, menerjemahkan, mengkonversi tuntutan, dukungan, dan masalah tertentu dimana tersangkut keputusan yang berhubungan dengan kepentingan umum.
b) Lembaga yang dapat di sebut sebagai mesin politik resmi atau formal, yang dengan absah mengidentifikasi segala masalah, menentukan dan menjalankan segala keputusan yang mengikat seluruh anggota masyarakat untuk mencapai kepentingan umum.

II. Sistem Pemerintahan Demokrasi
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya.
Sesuai dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
1. Presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
2. Parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
3. Komunis
4. Demokrasi liberal
5. liberal
6. kapital
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
III. Sejarah Perkembangan Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.

IV. Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa “Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Hukum perdata
Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .
Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:
1. Hukum keluarga
2. Hukum harta kekayaan
3. Hukum benda
4. Hukum Perikatan
5. Hukum Waris
6. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat dan menjadi hukum perlindungan publik.
Hukum pidana
Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.

V. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Sudut pandang kekuasaan
a. Kekuasaan bersifat positif
merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan baik secara fisik maupun mental.
b. Kekuasaan bersifat Negatif
Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri terkadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh rakyat.
c. Legitimasi kekuasaan
Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: “kekuasaan” didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila tidak dilakukan”, akan tetapi “kewenangan” ini akan mengacu pada klaim legitimasi, pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang menurut ketenttuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan sebuah hukuman mati.
Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian dalam berbagai empiris pengaturan, keluarga (kewenangan orangtua), kelompok-kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).
Sifat kekuasaan
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

menegagkan tinggi etika politik pilkada

Mahasiswa Pascasarjana, Program Studi Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta

Suhu perpolitikan semakin menghangat, menjelang digelarrnya pilkada di beberapa daerah di Indonesia. Pilkada merupakan hajatan demokrasi untuk memilih bupati daerah. Tak dapat dihindari bila dalam setiap pilkada, praktek kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan itu mesti terjadi. Karena itu, etika politik sebagai langkah dan tindakan yang mengedepankan kejujuran dan transparansi ini perlu diimplementasikan dalam kehidupan berpolitik di dalam pilkada.

Pada umumnya, KPU, Bawaslu dan Panwaslu harus mengawasi dan memantau secara ketat dan dispilin di dalam sistem penyelenggaran pilkada. Sebab apa, terkadang, para calon bupati dan tim sukses, mencuri start dalam pemilukada, pengelembungan suara, pengandaan daftar pemilih tetap (DPT), politik uang, dan “jual beli suara”, menyisipkan iklan politik di dalam pemberian sembako, Praktek-praktek kecurangan dan tindakan yang kotor itu perlu mendapatkan perhatian secara serius dari pihak KPU, dan Panwaslu.

Kejahatan dalam pilkada terutama pada saat pencoblosan, terkadang, ada orang suruhan dari tim sukses untuk mencoblos dari salah satu pasangan calon bupati, bahkan yang harus diawasi, sebelum masyarakat mencoblos dan memasuki Tempat Pemungutan Suara (TPS), dari luar sudah dikasih uang, dengan tujuan mencoblos pasangan tertentu. tindakan kotor inilah yang perlu diwaspadai oleh Panwaslu.

Karena itu, di dalam pemilihan kepala daerah, praktek kejujuran, transparan, dan etika politik perlu diwujudkan dan diejawantahkan di dalam sistem perpolitikan di Indonesia yang menganut demokrasi. Sehingga diperoleh suatu hasil yang baik dan mendapatkan pemimpin yang ideal dan bersih dari tindakan kejahatan korupsi, dan hasil-hasil yang tidak jujur.

Wujudkan Etika Politik

Menurut Aristoteles dalam karyanya “Nichomacean Ethic” mengatakan bahwa etika politik merupakan salah satu sikap atau tindakan yang menginginkan hidup bersama secara baik dan adil, etika politik lebih mengedepankan pada rasionalitas politik sebagai upaya menjalankan penyelenggaraan pilkada yang berprinsip pada moralitas.

Jadi, posisi etika politik, sesungguhnya ingin memberantas segala praktek kecurangan, kebohongan publik, mereduksi manipulasi data, kejahatan kerah putih, dan jual beli suara serta permainan politik uang yang sesungguhnya akan menghancurkan peradaban bangsa Indonesia.

Praktek pelanggaran politik dalam pilkada yang biasanya dan bahkan mesti itu terjadi, menyadarkan pada kita semua bahwa akan sangat penting dan urgensi menerapkan etika politik. Secara ontologi, etika politik itu sesungguhnya ingin membangun sikap kritis terhadap penyelenggaraan pilkada. Etika politik itu ingin mengarahkan pada manusia agar selalu transparan dan akuntabilitas dalam mengambil segala kebijakan terutama di dalam sistem penyelenggaraan pilkada.

Menurut Haryatmoko, dalam tulisannya “Etika Politik : Akuntabilitas dan Prediktibilitas”, mengatakan etika politik itu pada dasarnya sebagai upaya bentuk perlawanan terhadap pemiskinan politik ketika di ruang publik direduksi menjadi pasar, melainkan juga, terhadap penyelenggaraan negara seperti pilkada yang terkadang dipergunakan sebagian untuk kepentingan kelompok tertentu.

Karena itu, etika politik memberikan satu pendasaran moral terhadap para calon bupati dan tim sukses agar di dalam memperebutkan kekuasaan, itu harus menggunakan cara cara yang bijak dan adil, dalam artian sikap dan contoh yang baik seperti tidak menggunakan politik uang, itu harus ditunjukkan oleh setiap calon bupati, sehingga masyarakat yang akan memilih mempunyai kepercayaan yang tinggi, mereka yang akan dipilih oleh masyarkat, sehingga bisa melahirkan pemimpin ideal, yang memiliki integritas, dan moralitas yang tinggi dalam membangun daerah dan warganya, serta mampu mensejahterakan masyarakatnya.

Namun demikian, etika politik itu juga harus didukung dengan hukum sebagai penegakan keadilan dan bagi siapa saja yang melanggar di dalam pemilukada itu harus diberikan sanksi secara tegas, dengan begitu, refleksi kritis atas penyelenggaran pilkada untuk menciptakan kehidupan berpolitik yang sehat dan demokrasi akan tercapai, apabila itu semua di dukung dengan sikap yang selalu mengedepankan etika politik dan hukum, hukum menjadi kekuatan dan jaminan dalam penegakan sistem demokrasi di Indonesia.

Sementara itu, keadilan merupakan suatu keniscayaan di dalam pilkada, sebagaimana dikatakan seorang filsuf asal Yunani, Plato. Etika Politik Plato menjelaskan seseorang bukan merupakan individu yang adil jika ia diperintah oleh nafsu atau nafsu badaninya, Negara bukan merupakan negara yang adil apabila diperintah oleh pemimpin yang bodoh dan tidak peka terhadap realitas sosial masyarakatnya.

Di dalam proses penyelenggaraan pilkada di beberapa daerah di Indonesia ini sudah seharusnya mampu mencerminkan proses pemilihan seorang pemimpin yang bersih, jujur, tidak korup, serta memiliki integritas tinggi, moralitas politik yang baik, melainkan selalu menjunjung etika politik dan bahkan mengedepankan nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas. Tindakan itu yang menjadi faktor penting dalam merajut demokrasi yang adil, dengan tujuan untuk membangun peradaban yang lebih baik dan pendidikan politik yang berkualitas. Pola-pola permainan yang kotor di dalam pilkada sudah semestinya harus direduksi sebagai upaya untuk menghindari noda-noda hitam dalam sistem perpolitikan dan demokrasi di Indonesia.

Dengan demikian, pilkada sebagai wadah dalam mencari calon pemimpin seharusnya dapat berjalan secara sehat, dan lebih mengutamakan aspek etika politik, dengan maksud demi menciptakan calon bupati yang terlahir dari rahim kejujuran, dan moralitas politik yang bersih, dan cara-cara yang halal. Karena itu, pilkada kali ini harus dijadikan langkah awal dalam menjalankan sistem perpolitikan yang mengutamakan etika intelektual, etika keutamaan dan etika politik yang jujur, santun dan transparan. Semoga.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

tentang politik

[Halaman Depan]


TENTANG POLITIK

Mao Tje Tung

Buku ini diterjemahkan menurut Pilihan Tulisan Mao Tje-tung jilid II dalam bahasa Tiongkok yang diterbitkan pada bulan Agustus 1952 oleh Pustaka Rakyat, Peking. [PENERBIT]. Dicetak di Republik Rakyat Tiongkok. Ini adalah sebuah petunjuk dalam Partai yang ditulis oleh Kawan Mao Tje-tung pada tanggal 25 Desember 1940 atas nama Central Comite Partai Komunis Tiongkok.

Panitia Penerbit Pilihan Tulisan Mao Tje-tung Central Comite Partai Komunis Tiongkok (PUSTAKA BAHASA ASING PEKING 1956)



DALAM keadaan kampanye anti-Komunis memuncak sekarang ini, politik kita mempunyai arti yang menentukan. Tetapi di kalangan kader kita, masih banyak yang tidak mengerti, bahwa politik Partai dewasa ini harus sangat berbeda dengan politik Partai pada masa Revolusi Agraria. Harus diketahui, bahwa selama masa Perang Melawan Agresi Jepang, baik dalam keadaan apapun, politik Partai kita yang berupa front persatuan nasional melawan agresi Jepang itu tetap tidak akan berubah, bahwa banyak politik dalam masa sepuluh tahun Revolusi Agraria dulu jangan dipakai begitu saja sekarang. Lebih2 banyak politik yang terlalu kiri pada masa akhir Revolusi Agraria--karena tidak tahu bahwa revolusi Tiongkok mengandung dua ciri pokok, yakni sebagai suatu revolusi borjuis demokratis di negeri setengah jajahan dan bersifat jangka panjang--bukan saja tidak dapat dipakai semuanya pada masa melawan agresi Jepang sekarang ini, malah salah juga pada waktu itu. Politik2 itu meliputi yang berikut misalnya: "pengepungan dan pembasmian" yang kelima kali dari Kuomintang dan perjuangan kontra "pengepungan dan pembasmian" dari kita yang kelima kali itu dinamakan perang yang menentukan antara garis revolusioner dengan garis kontra-revolusioner; pembasmian borjuasi dan tani kaya dari segi ekonomi (memperlakukan borjuasi dengan politik perburuhan dan politik pajak yang terlalu kiri, membagikan tanah yang buruk kepada tani kaya); pembasmian tuan tanah dari segi jasmani (tidak membagikan tanah kepada mereka); terhantamnya kaum intelek; penyelewengan "Kiri" dalam memberantas anasir kontra-revolusioner; monopoli anggota Komunis dalam seluruh pekerjaan pemerintahan; haluan Komunis untuk pendidikan rakyat; politik militer yang terlalu kiri (menyerang kota besar dan menolak perang gerilya); politik avontur dalam pekerjaan di daerah Putih dan politik main hantam di lapangan organisasi dalam Partai; dan lain2. Politik yang terlalu kiri ini merupakan kesalahan oportunisme "Kiri", persis kebalikan dengan oportunisme Kanan dibawah pimpinan Tjen Tu-siu pada masa akhir Revolusi Besar Pertama. Pada masa akhir Revolusi Besar Pertama, politik yang dipakai ialah bersatu dalam segala2nya dan menyangkal perjuangan; sedangkan pada masa akhir Revolusi Agraria, politik yang dipakai ialah berjuang dalam segala2nya dan menyangkal persatuan (kecuali dengan massa tani yang pokok); inilah contoh yang sangat menonjol yang memperlihatkan dua macam politik ekstrimis. Kedua politik ekstrimis ini mengakibatkan Partai dan revolusi menanggung kerugian yang besar sekali.

Politik front persatuan nasional melawan agresi Jepang sekarang ini bukanlah bersatu dalam segala2nya dan menyangkal perjuangan, juga bukanlah berjuang dalam segala2nya dan menyangkal persatuan, melainkan memadu persatuan dengan perjuangan. Konkritnya, politik itu sebagai berikut:

1. Segenap rakyat yang melawan agresi Jepang itu bersatu (atau segenap buruh, petani, prajurit, pelajar dan pedagang yang melawan agresi Jepang itu bersatu) untuk menggalang front persatuan nasional melawan agresi Jepang.
2. Politik merdeka dan bebas dalam front persatuan--harus bersatu, tetapi harus merdeka pula.
3. Dilapangan strategi militer, politik ini berarti perang gerilya yang merdeka dan bebas dibawah kesatuan strategi; pokoknja perang gerilya, tetapi perang mobil tidak diabaikan juga jika keadaan menguntungkan.
4. Dalam perjuangan menentang golongan kepala batu yang anti-Komunis, kita mempergunakan pertentangan, menarik jumlah yang terbesar, menentang jumlah yang terkecil, menghantjurkan lawan satu demi satu; kita harus beralasan, beruntung dan berbatas.
5. di daerah pendudukan musuh dan di daerah kekuasaan Kuomintang, politik kita ialah, pada satu pihak, pekerjaan front persatuan dikembangkan. sedapat2nja, pada lain pihak, bersembunji lagi berefisiensi; dalam hal organisasi dan perjuangan, kita memakai politik: bersembunji lagi berefisiensi, bekerja dibawah tanah dalam waktu yang panjang, menimbun kekuatan, menunggu kesempatan.
6. Mengenai hubungan antara berbagai klas dalam negeri, politik pokok kita ialah, mengembangkan kekuatan progresif, menarik kekuatan menengah, memencilkan kekuatan kepala batu yang anti-Komunis.
7. Dalam menghadapi golongan kepala batu yang anti-Komunis, kita memakai politik mendua yang revolusioner, yakni politik bersatu dengan mereka apabila mereka masih dapat melawan agresi Jepang, dan memencilkan mereka apabila mereka keras2 menentang Komunis. Dalam melawan agresi Jepang, golongan kepala batu mendua pula sifatnya; kita memakai politik bersatu dengan mereka apabila mereka masih dapat melawan agresi Jepang, tetapi kita memakai politik menentang dan memencilkan mereka apabila mereka guncang (misalnya diam2 bersekongkol dengan agresor Jepang, tidak aktif melawan Wang Tjing-wéi dan pengkhianat yang lain2). Dalam menentang Komunis, golongan kepala batu mendua juga sifatnya. Maka politik kita harus juga mendua sifatnya, yakni kita memakai politik bersatu dengan mereka apabila mereka belum hendak mematahkan sama sekali tali kerja sama Kuomintang-Komunis, tetapi kita memakai politik menentang dan memencilkan mereka apabila mereka menjalankan politik penindasan yang se-wenang2 dan mengadakan serangan militer terhadap Partai kita dan rakyat. Golongan yang mendua sifatnya ini harus diperbedakan dengan kaum pengkhianat dan kaum pro-Jepang.
8. Malah di kalangan kaum pengkhianat dan kaum pro-Jepang itu, ada juga anasir yang mendua sifatnya, yang harus kita hadapi dengan politik mendua juga yang bersifat revolusioner. Ini berarti, kita memakai politik menghantam dan memencilkan mereka apabila mereka pro-Jepang, dan memakai politik menarik dan merebut mereka apabila mereka guncang. Anasir yang mendua sifatnya ini harus diperbedakan dengan pengkhianat yang tegas, seperti Wang Tjing-wéi,1) Wang Ji-tang2) dan Se Ju-san.3)
9. Pada satu pihak, tuan, tanah besar dan borjuasi besar yang pro-Jepang dan menentang perlawanan terhadap agresi Jepang itu harus diperbedakan dengan tuan tanah besar dan borjuasi besar yang pro-lnggeris-Amerika dan yang setudju dengan perlawanan terhadap agresi Jepang; pada lain pihak, tuan tanah besar dan borjuasi besar yang mendua sifatnya, yang setudju dengan perlawanan terhadap agresi Jepang tetapi guncang, setudju dengan persatuan tetapi menentang Komunis itu harus diperbedakan pula dengan golongan yang lebih kurang sifat menduanja, seperti borjuasi nasional, tuan tanah yang sedang dan kecil, sense progresif.4) Berdasarkan perbedaan inilah politik kita disusun. Berbagai macam politik tersebut semuanya berdasarkan perbedaan dalam hubungan klas itu.
10. Demikian juga terhadap imperialis. Meskipun Partai Komunis menentang imperialis manapun, tetapi, pada satu pihak, imperialis Jepang yang sedang menyerang Tiongkok itu harus diperbedakan dengan imperialis yang lain2 yang sekarang tidak menyerang Tiongkok; pada lain pihak, imperialis Jerman dan Italia yang bersekutu dengan Jepang dan mengakui "Mantjoukuo" itu harus diperbedakan pula dengan imperialis Inggeris dan Amerika yang bertentangan dengan Jepang. Lagi pula, Inggeris dan Amerika yang dulu menganut politik Munchen di Timur Djauh sehingga merugikan perlawanan Tiongkok terhadap agresi Jepang itu, harus diperbedakan dengan Inggeris dan Amerika yang sekarang melepaskan politik tadi dan mengubah pendiriannja dengan menyokong perlawanan Tiongkok terhadap agresi Jepang. Prinsip taktik kita tetaplah mempergunakan pertentangan, menarik jumlah yang terbesar, menentang jumlah yang terkecil, menghantjurkan lawan satu demi satu. Dalam hal politik luar negeri, kita berbeda dengan Kuomintang. Bagi Kuomintang, "musuh hanya satu, yang lain semuanya teman"; pada lahirnya, ia memperlakukan semua negeri sama rata kecuali Jepang, sebenarnya ia pro-lnggeris dan pro Amerika. Bagi kita, harus tampak perbedaannya: pertama, Soviet Uni berbeda dengan negeri2 kapitalis; kedua, Inggeris dan Amerika berbeda dengan Jerman dan Italia; ketiga, rakyat Inggeris dan Amerika berbeda dengan pemerintah imperialis Inggeris dan Amerika; keempat, politik Inggeris-Amerika pada masa Munchen di Timur Djauh berbeda dengan politik mereka dewasa ini. Berdasarkan perbedaan inilah politik kita disusun. Garis asasi kita berbeda dengan garis asasi Kuomintang: kita menggunakan bantuan luar sedapat2nya dengan berpegang keras pada prinsip berperang dengan merdeka dan hidup atas usaha sendiri, tidak seperti Kuomintang yang bergantung pada bantuan luar dan bernaung dibawah blok imperialis manapun dengan melepaskan prinsip itu.

Banyak kader di dalam Partai berpandangan berat sebelah mengenai soal taktik sehingga menyeleweng kekiri atau kanan. Itu hanya dapat diatasi apabila mereka diharuskan mengerti perubahan dan perkembangan politik Partai dahulu dan sekarang secara lengkap dan sistematis. Pada dewasa ini, bahaja yang utama yang mengatjau dalam Partai tetap ialah pandangan terlalu kiri. di daerah kekuasaan Kuomintang, banyak orang tidak dapat dengan sungguh2 menjalankan politik2 bersembunji lagi berefisiensi, bekerja dibawah tanah dalam waktu yang panjang, menimbun kekuatan, menunggu kesempatan, karena politik anti-Komunis daripada Kuomintang itu dipandang mereka tidak hebat; disamping itu, ada pula banyak orang yang tidak dapat menjalankan politik mengembangkan pekerjaan front persatuan, karena Kuomintang dipandang mereka busuk seluruhnja begitu saja, sehingga mereka kehilangan akal sama sekali. Keadaan demikian terdapat juga di daerah pendudukan Jepang.

Pandangan kanan yang dulu pernah berpengaruh sehebat-hebatnya di daerah kekuasaan Kuomintang dan diberbagai daerah basis anti agresi Jepang, sekarang sudah diatasi pada pokoknja. Pandangan itu sebagai berikut: karena hanya tahu bersatu tetapi tidak tahu berjuang, dan karena terlampau tinggi menilai ketegasan Kuomintang melawan agresi Jepang, maka telah mengaburkan perbedaan prinsipiil antara Kuomintang dengan Partai Komunis, menyangkal politik merdeka dan bebas dalam front persatuan, me-nurut2i tuan tanah besar dan borjuasi besar, menurut-nuruti Kuomintang, sehingga mau mengikat tangan sendiri, tidak berani leluasa mengembangkan kekuatan revolusioner yang melawan agresi Jepang dan tidak berani tegas2 melawan politik Kuomintang yang menentang dan membatasi Komunis itu. Tetapi, sejak musim dingin tahun 1939, disana sini telah terdjadi penyelewengan terlalu kiri yang disebabkan karena Kuomintang mengadakan pergeseran anti-Komunis dan kita mengadakan perjuangan membela diri. Meskipun penyelewengan ini ada dibetulkan, tetapi masih belum seluruhnja, dan masih tampak dalam politik2 yang konkrit di banyak tempat. Maka, mempelajari dan menyelesaikan politik2 yang konkrit itu sangat perlu sekarang.

Tentang politik2 yang konkrit itu, telah ber-turut2 diberikan petunjuk oleh Central Comite, disini hanya beberapa saja yang kita tunjukkan dalam garis besar.

MENGENAI SUSUNAN KEKUASAAN POLITIK. Harus tegas dijalankan "sistem tiga tiga" -- orang Komunis hanya merupakan sepertiga dari jumlah anggota dalam badan kekuasaan politik, untuk menarik orang bukan Komunis yang besar jumlahnya itu duduk di dalamnya. Di-daerah2 seperti bagian utara Propinsi Tjiangsu yang baru mulai ditegakkan kekuasaan politik demokratis anti agresi Jepang, jumlah orang Komunis yang duduk dalam kekuasaan politik malah boleh kurang daripada sepertiga. Wakil borjuasi kecil, borjuasi nasional dan sense progresif, yang semuanya tidak giat anti-Komunis itu harus ditarik ke dalam badan2 pemerintahan maupun dalam badan2 perwakilan rakyat; orang Kuomintang yang tidak anti-Komunis itu harus diperkenankan duduk di dalamnya. Boleh juga diperkenankan sejumlah kecil anasir kanan duduk dalam badan perwakilan rakyat. Jangan sekali2 sampai Partai kita memborong segala sesuatu. Kita hanya merusakkan kediktatoran borjuasi komprador besar dan tuan tanah besar, dan bukan menggantinya dengan kediktatoran satu partai dari Partai Komunis.

MENGENAI POLITIK PERBURUHAN. Kegiatan buruh melawan agresi Jepang dapat dibangkitkan hanya apabila penghidupan mereka diperbaiki. Tetapi penyelewengan terlalu kiri harus dielakkan; jangan terlampau banyak menambah upah dan mengurangkan jam kerja. Dalam keadaan Tiongkok sekarang, sistem kerja delapan jam masih sukar diratakan. Dalam cabang produksi yang tertentu, sistem kerja sepuluh jam masih harus diijinkan. Untuk cabang produksi yang lain2, jam kerja harus ditentukan sesuai dengan keadaannya. Sesudah diikat kontrak antara buruh dan majikan, buruh harus mentaati disiplin kerja dan harus memungkinkan si kapitalis memperoleh keuntungan. Kalau tidak, pabrik akan gulung tikar, dan ini bukan saja tidak menguntungkan usaha melawan agresi Jepang, malah mencelakakan buruh sendiri juga. Lebih2 jangan kita ajukan tuntutan yang terlampau tinggi dalam memperbaiki penghidupan dan menaikkan upah kaum buruh didesa, kalau tidak, petani akan keberatan, buruh akan menganggur dan produksi akan merosot.

MENGENAI POLITIK AGRARIA. Harus diterangkan kepada anggota Partai dan petani, bahwa sekarang bukanlah waktu menjalankan revolusi agraria sampai urat akarnya, dan cara yang dipakai pada masa Revolusi Agraria dahulu tidak dapat dipakai lagi sekarang. Politik sekarang ialah, pada satu pihak, tuan tanah diharuskan menurunkan sewa tanah dan bunga, dengan demikian barulah kegiatan massa tani yang pokok untuk melawan agresi Jepang dapat dibangkitkan, tetapi penurunan itu jangan terlampau banyak juga. Pemungutan sewa tanah pada umumnja berdasarkan prinsip menurunkan sewa tanah 25%. Apabila massa menuntut persentase itu dinaikkan, boleh diambil perbandingan 60% atau 70% untuk petani sedangkan 40% atau 30% itu untuk tuan tanah, tetapi batas ini jangan dilampaui. Penurunan bunga itu jangan sampai memustahilkan pelaksanaan utang-piutang dalam masyarakat. Pada lain pihak, petani diharuskan membajar sewa tanah dan bunga, sedangkan tuan tanah tetap memiliki tanahnya dan harta bendanja yang lain. Janganlah bunga diturunkan sampai petani tidak mungkin mendapat pinjaman, janganlah utang petani yang lama itu dibereskan sampai tanahnya yang digadaikan kepada tuan tanah itu diambil kembali dengan cuma2.

MENGENAI POLITIK PAJAK. Pajak harus dibajar menurut penghasilan. Selain orang yang paling miskin yang harus dibebaskan dari pajak, semua rakyat yang mempunyai penghasilan, yakni lebih dari 80% penduduk termasuk buruh dan petani, harus memikul pajak negara. Beban itu tidak patut dipikulkan seluruhnja kepada tuan tanah dan kapitalis. Cara menjamin perbekalan tentara dengan menangkapi orang dan mendendanja itu harus dilarang. Tentang cara memungut pajak itu, sebelum kita menetapkan cara yang baru yang lebih cocok, cara lama daripada Kuomintang boleh dipakai dengan disertai perbaikan yang selayaknya.

MENGENAI POLITIK MEMBERANTAS AGEN MUSUH. Harus tegas ditindas pengkhianat dan anasir anti-Komunis yang keras kepala. Kalau tidak demikian, kekuatan revolusioner yang melawan agresi Jepang tidak dapat dibela. Tetapi, jangan se-kali2 terlampau banyak membunuh orang, jangan se-kali2 sampai kena orang yang tidak bersalah. Harus bermurah hati dalam memperlakukan anasir yang guncang di kalangan kaum reaksioner dan anasir yang mengikuti kaum reaksioner karena terantjam itu. Dalam memperlakukan pendjahat siapa saja, hukuman siksa harus dihapuskan dengan tegas; yang diutamakan ialah bukti dan jangan pertjaja begitu saja kepada pengakuan. Harus dipakai politik melepaskan semua tawanan dari tentara musuh, tentara boneka dan tentara anti-Komunis, kecuali orang yang sangat dikutuki massa, yang mesti dijatuhi hukuman mati dengan persetudjuan pihak atasan pula. Dari tawanan itu, harus ditarik sebanyak2nya orang yang sedikit banyak bersifat revolusioner, yang masuk tentara reaksioner karena terpaksa, supaya bekerja dalam tentara kita, sedangkan yang lain-lainnya dilepaskan semua. Apabila mereka tertawan lagi, dilepaskan lagi; janganlah mereka dihina, janganlah uang dan barang mereka diambil dan janganlah mereka disuruh mengaku salah, melainkan harus diperlakukan dengan tulus ikhlas dan ramah-tamah semuanya. Politik ini harus dipakai dalam memperlakukan mereka, biar betapa reaksioner mereka itu. Ini sangat berguna akan memencilkan kubu reaksioner. Kepada pengkhianat Partai, kecuali yang sangat terkukuk kejahatannya, hendaknya diberikan kesernpatan untuk membarui dirinja, dengan syarat dia tidak akan menentang Komunis lagi. Kalau dia bisa kembali mengikuti revolusi, dia masih boleh diterima, tetapi tidak diperkenankan masuk Partai lagi. Janganlah orang informasi Kuomintang yang biasa itu disamakan dengan mata2 Jepang dan pengkhianat, melainkan harus diperbedakan sifat kedua-duanya itu dan diperlakukan berlain2an. Keadaan kacau-balau seperti instansi atau organisasi mana saja boleh menangkap orang itu harus dilenjapkan; untuk menegakkan ketertiban revolusioner supaya melawan agresi Jepang, harus ditentukan, bahwa hanya instansi kehakiman dan instansi keamanan pemerintah saja yang berhak menangkap pendjahat, sedangkan tentara hanya berhak demikian dalam waktu perang saja.

MENGENAI HAK RAKYAT. Harus ditetapkan, bahwa semua tuan tanah dan kapitalis yang tidak menentang perlawanan terhadap agresi Jepang itu, sama dengan buruh dan petani mempunyai kebebasan pribadi, berhak atas harta bendanja, berhak memilih, mempunyai kebebasan berbicara, bersidang, mendirikan perkumpulan, berpikir dan menganut kepercayaan. Pemerintah hanya mengawasi anasir yang mengadakan sabot dan pemberontakan di daerah basis kita, sedangkan yang lain dilindungi semuanya, tidak diganggu.

MENGENAI POLITIK EKONOMI. Industri, pertanian dan perdagangan harus dikembangkan dengan giat. Kaum kapitalis daerah2 lain yang bersedia membuka perusahaan industri di daerah basis anti agresi Jepang ini harus ditarik. Perusahaan partikelir itu harus diberikan dorongan, sedang perusahaan negara hendaknya dipandang sebagai sebagian saja dari segenap perusahaan. Semua ini dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan kita atas usaha sendiri. Perusahaan apa saja yang berguna itu harus didjaga jangan sampai mengalami kerusakan. Politik bea dan politik moneter harus sesuai dan bukan berlawanan dengan garis pokok tentang pengembangan pertanian, industri dan perdagangan. Menyusun ekonomi diberbagai daerah basis dengan sungguh2, teliti dan bukan dengan sembarangan, supaya mencukupi kebutuhan kita atas usaha sendiri - inilah mata rantai pokok untuk mempertahankan daerah basis dalam jangka panjang.

MENGENAI POLITIK KEBUDAJAAN DAN PENDIDIKAN. Pokoknja ialah, rasa harga diri nasional di kalangan massa rakyat, serta pengetahuan dan ketjakapan mereka melawan agresi Jepang, harus ditingkatkan dan diratakan. Ahli pendidikan, pekerja kebudajaan, wartawan, sarjana dan ahli tehnik yang liberal dari kalangan borjuasi harus diperkenankan datang kedaerah basis untuk bekerja sama dengan kita, membuka sekolah, menerbitkan surat kabar dan menjalankan pekerjaan yang lain2. Semua anasir intelek yang agak aktif melawan Jepang harus ditarik masuk sekolah kita, diberikan latihan dalam jangka pendek, lalu disuruh turut dalam pekerjaan tentara, pemerintah dan sosial; mereka harus diterima dengan tidak segan2, diberikan tugas dan diangkat dengan tidak segan2. Jangan takut ini takut itu, atau takut anasir reaksioner akan menyelundup. Dengan tak terelakkan beberapa anasir semacam itu akan menyelundup, tetapi ada cukup waktu untuk menyikat mereka dalam proses pelajaran dan pekerjaan. Di setiap daerah basis, harus didirikan percetakan, diterbitkan buku dan surat kabar, didirikan instansi pembagi dan pengantar. di setiap daerah basis, sedapat mungkin harus dibuka sekolah kader yang besar2, makin besar dan banyak, makin baik.

MENGENAI POLITIK MILITER. Tentara Route Ke-8 dan Tentara Ke-4 Baru harus diperkembang sedapat2nya, karena kedua2 ini adalah kekuatan bersenjata rakyat Tiongkok yang paling boleh dipercayai dalam mengkonsekwenkan perlawanan nasional terhadap agresi Jepang. Terhadap tentara Kuomintang, kita harus tetap mengambil politik "jika kita tidak diserang, kita tidak akan menyerang", dan sedapat2nya berusaha bersahabat dengan mereka. Opsir2 Kuomintang dan Opsir2 tak berpartai yang bersimpati kepada kita itu harus ditarik sedapat mungkin ke dalam Tentara Route Ke-8 dan Tentara Ke-4 Baru, untuk memperkuat pembangunan tentara kita. Keadaan anggota Komunis menguasai segala2nya dalam tentara kita dengan jumlah yang terbanyak, harus diubah juga sekarang. Tentu, "sistem tiga tiga" tidak harus dipraktekkan dalam induk tentara kita, tetapi, asal hegemoni tentara tetap dipegang oleh Partai kita (ini tetap perlu, tidak boleh dilanggar), tak usahlah kita takut menarik simpatisan itu sebanyak2nya untuk turut serta dalam pembangunan tentara dilapangan militer dan tehnik. Pada dewasa ini, dasar Partai dan tentara kita dilapangan ideologi dan organisasi sudah terletak sekokoh-kokohnya, maka usaha menarik simpatisan (tentu bukan penyabot) sebanyak2nya itu bukan saja tidak berbahaya, malah tidak dapat ditiadakan untuk memperoleh simpati seluruh rakyat dari memperluas kekuatan revolusioner. Itulah sebabnya mengapa politik ini politik yang perlu.

Berbagai prinsip taktik dalam front persatuan dan politik2 konkrit yang ditetapkan berdasarkan prinsip ini sebagaimana yang dinyatakan tadi, harus dipraktekkan setegas-tegasnya oleh seluruh Partai. Oleh karena pada saat sekarang ini, agresor Jepang memperhebat agresinja terhadap Tiongkok, tuan tanah besar dan borjuasi besar dalam negeri menjalankan politik penindasan yang se-wenang2 dan melancarkan serangan militer yang semuanya anti-Komunis dan antirakyat, maka hanya dergan mempraktekkan prinsip2 taktik dan politik2 konkrit sebagai tersebut diatas barulah dapat kita mengkonsekwenkan perlawanan terhadap agresi Jepang, mengembangkan front persatuan, mentjapai simpati rakyat seluruh negeri dan mendatangkan perubahan situasi yang menguntungkan. Tetapi, dalam membetulkan kesalahan, kita harus bertindak selangkah demi selangkah, tidak boleh terlalu tergesa2, sehingga mengakibatkan hal2 yang tidak baik seperti: kader tidak senang, massa curiga, tuan tanah melancarkan serangan balas dan lain2.

Catatan:

1) Seorang kepala golongan pro-Jepang dalam Kuomintang. Sejak tahun 1931 ia selalu menganjurkan kompromi dengan imperialis Jepang. Pada bulan Desember 1938, ia meninggalkan Tjungtjing dan menyerah kepada agresor Jepang, dan kemudian membentuk pemerintah boneka di Nantjing.

2) Seorang birokrat besar dalam jaman Raja Perang Utara, juga seorang pengkhianat pro-Jepang. Ia dipakai oleh Tjiang Kai-sék sesudah Peristiwa Tiongkok Utara pada tahun 1935. Pada tahun 1938, ia menjadi boneka agresor Jepang di Tiongkok Utara dan dijadikan ketua "Komite Administrasi Tiongkok Utara".

3) Seorang bunglon di kalangan raja perang Kuomintang. Sesudah Perang Melawan Agresi Jepang meletus, ia menjadi panglima Grup Tentara Ke-10 Kuomintang dan bersekutu terutamanja dengan tentara Jepang di bagian selatan Propinsi Hepéi untuk menyerang Tentara Route Ke-8, merusakkan kekuasaan politik demokratis anti agresi Jepang, membunuh anggota2 Komunis dan orang2 progresif.

4) Sen ialah ikat pinggang yang dipakai oleh pamong praja pada jaman dulu, arti kiasannya orang yang pernah menjadi pamong praja; se ialah ningrat kecil yang tidak menjadi pamong praja dalam masyarakat feodal, arti kiasannja orang yang tahu baca. Dari itu, golongan klas berkuasa yang tidak duduk dalam pemerintah biasanya dinamakan sense. Sense progresif dimaksudkan sebagai golongan sense yang condong kepada perlawanan terhadap agresi Jepang.


[Halaman Depan]
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

pengendalian sosial

PPKN4410
Sosiologi Politik



3 SKS - Modul 1-6 / Edisi 1
ISBN :
DDC22 : 000
Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2000

Melalui Mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat mengkaji dan menjelaskan konsep peranan sosiologi politik dalam kehidupan bernegara Materi yang disajikan dalam matakuliah ini mencakup pengertian, hakikat perkembangan dan peranan sosiologi politik, distribusi kekuasaan, perubahan sosial, pengendalian sosial, stratifikasi sosial, partisipasi politik, budaya politik, demokrasi Pancasila, pengembangan struktur politik dan pengembangan infra dan supra politik. Untuk itu mahasiswa diharapkan menjelaskan tentang peranan sosiologi politik dalam pengembangan infra dan supra politik. Kemampuan mahasiswa akan dinilai melalui tes.

pembelian online:
http://ebook.ut.ac.id/product_info.php?cPath=21_60&products_id=2031

Tinjauan Mata Kuliah

Sebagai guru PPKn, Anda tentu pernah mendengar atau menyinggung-nyinggung istilah sosiologi atau politik dalam praktik pengajaran di sekolah. Ketika kuliah, Anda juga tentu pernah mempelajarinya sebagai mata kuliah atau pokok bahasan dalam mata kuliah tertentu. Dan karenanya, kedua istilah itu tentu sudah tidak asing lagi bagi Anda. Namun terhadap istilah-istilah "Sosiologi Politik", yang secara sederhana merupakan gabungan antara istilah sosioolgi dan politik, mungkin Anda belum pernah mengetahuinya atau jika pun pernah mengetahui, mungkin Anda belum memahami substansi materinya secara mendalam.

Jika benar Anda belum mengetahui atau memahaminya secara mendalam, maka mata kuliah ini akan memberikan pemahaman kepada Anda mengenai konsep-konsep yang ada di dalamnya. Untuk itu mata kuliah ini akan menyajikan konsep-konsep sosiologi politik yang meliputi: hakikat, perkembangan, pendekatan dan peranan sosiologi politik: stratifikasi sosial; kekuasaan; kekuatan politik; sosialisasi, partisipasi dan komunikasi politik; demokrasi pancasila; dan pembangunan politik Indonesia.

Konsep-konsep ini sangat penting bagi Anda. Karena itu konsep-konsep tersebut perlu Anda pahami dengan baik untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda. Apalagi Anda sebagai guru PPKn, yang mengemban tugas cukup penting dalam membina peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan lebih jauh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemahaman dan penguasaan konsep-konsep mata kuliah ini akan menjadi sangat berarti bagi Anda, terutama dalam menjalankan tugas-tugas pembelajaran. Proses pembelajaran diharapkan akan lebih kondusif, menarik, dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Di samping itu, penguasaan mata kuliah ini juga diharapkan membantu Anda dalam hidup bermasyarakat. Dengan kapasitas Anda sebagai guru PPKn, maka penguasaan mata kuliah ini diharapkan membantu Anda dalam memahami proses-proses sosial dan politik. Selanjutnya, Anda mampu menyesuaikan diri, menempatkan diri serta melibatkan diri dalam proses-proses sosial dan politik tersebut sesuai dengan status Anda.

Sesuai dengan maksud tersebut di atas, maka setelah mempelajari mata kuliah ini, secara komprehensif Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. menjelaskan hakikat sosiologi politik
2. menerangkan konsep strattifikasi sosial
3. menguraikan kekuasaan dalam masyarakat
4. menerangkan kekuatan dan perubahan sosial
5. menjelaskan struktur dan lembaga politik
6. menguraikan konsep budaya politik
7. menguraikan konsep-konsep sosialisasi, partisipasi, dan komunikasi politik
8. menerangkan mengenai Demokrasi Pancasila dan implementasinya
9. menjelaskan prospek pembangunan politik Indonesia.

Untuk mencapai 9 tujuan pembelajaran tersebut di atas, maka mata kuliah ini menyajikan 9 (sembilan) modul belajar sebagai berikut:

* Modul 1 hakikat Sosiologi Politik
* Modul 2 Stratifikasi sosial
* Modul 3 Kekuasaan
* Modul 4 Kekuatan dan Perubahan Sosial
* Modul 5 Struktur dan Lembaga Politik
* Modul 6 Budaya Politik
* Modul 7 Sosialisasi, partisipasi, dan Komunikasi Politik
* Modul 8 Demokrasi Pancasila dan Implementasinya
* Modul 9 Prospek Pembangunan Politik Indonesia.

Pemilihan dan penetapan topik dalam modul-modul belajar ini dikembangkan berdasarkan topik-topik inti mata kuliah Sosiologi Politik kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah (PTKSM) 1992, yang kemudian dikukuhkan dengan Kurikulum Nasional (KURNAS) tahun 1995. Dengan demikian, penyusunan topik-topik modul belajar mata kuliah Sosiologi Politik yang Anda pegang ini sudah disesuaikan dengan kurikulum terbaru. Yang berarti pula sudah dipertimbangkan kesesuaiannya atau relevansinya dengan kurikulum jenjang pendidikan yang ada di bawahnya. Sehingga Anda tidak perlu ragu mempergunakan modul belajar ini.

Anda tentu ingin berhasil dengan baik dalam mempelajari mata kuliah ini. Untuk itu Anda perlu memperhatikan atau melakukan hal-hal sebaga berikut:

Pertama, bacalah modul ini satu demi satu secara cermat hingga mencapai tingkat keberhasilan atau penguasaan paling tidak 80%

Kedua, gunakan bahan pendukung lain seperti buku-buku, majalah atau surat kabar untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda.

Ketiga. Lakukan diskusi secara intensif dengan mahasiswa lain dalam kelompok kecil dan manfaatkan kegiatan tutorial semaksimal mungkin.

Keempat, bila memungkinkan, lakukan kunjungan ke lembaga-lembaga politik atau tokoh-tokoh politik setempat untuk mengadakan dialog guna memperluas wawasan Anda.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

pengantar sosiologi politik

PPKN4410
Sosiologi Politik



3 SKS - Modul 1-6 / Edisi 1
ISBN :
DDC22 : 000
Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2000

Melalui Mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat mengkaji dan menjelaskan konsep peranan sosiologi politik dalam kehidupan bernegara Materi yang disajikan dalam matakuliah ini mencakup pengertian, hakikat perkembangan dan peranan sosiologi politik, distribusi kekuasaan, perubahan sosial, pengendalian sosial, stratifikasi sosial, partisipasi politik, budaya politik, demokrasi Pancasila, pengembangan struktur politik dan pengembangan infra dan supra politik. Untuk itu mahasiswa diharapkan menjelaskan tentang peranan sosiologi politik dalam pengembangan infra dan supra politik. Kemampuan mahasiswa akan dinilai melalui tes.

pembelian online:
http://ebook.ut.ac.id/product_info.php?cPath=21_60&products_id=2031

Tinjauan Mata Kuliah

Sebagai guru PPKn, Anda tentu pernah mendengar atau menyinggung-nyinggung istilah sosiologi atau politik dalam praktik pengajaran di sekolah. Ketika kuliah, Anda juga tentu pernah mempelajarinya sebagai mata kuliah atau pokok bahasan dalam mata kuliah tertentu. Dan karenanya, kedua istilah itu tentu sudah tidak asing lagi bagi Anda. Namun terhadap istilah-istilah "Sosiologi Politik", yang secara sederhana merupakan gabungan antara istilah sosioolgi dan politik, mungkin Anda belum pernah mengetahuinya atau jika pun pernah mengetahui, mungkin Anda belum memahami substansi materinya secara mendalam.

Jika benar Anda belum mengetahui atau memahaminya secara mendalam, maka mata kuliah ini akan memberikan pemahaman kepada Anda mengenai konsep-konsep yang ada di dalamnya. Untuk itu mata kuliah ini akan menyajikan konsep-konsep sosiologi politik yang meliputi: hakikat, perkembangan, pendekatan dan peranan sosiologi politik: stratifikasi sosial; kekuasaan; kekuatan politik; sosialisasi, partisipasi dan komunikasi politik; demokrasi pancasila; dan pembangunan politik Indonesia.

Konsep-konsep ini sangat penting bagi Anda. Karena itu konsep-konsep tersebut perlu Anda pahami dengan baik untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda. Apalagi Anda sebagai guru PPKn, yang mengemban tugas cukup penting dalam membina peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan lebih jauh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemahaman dan penguasaan konsep-konsep mata kuliah ini akan menjadi sangat berarti bagi Anda, terutama dalam menjalankan tugas-tugas pembelajaran. Proses pembelajaran diharapkan akan lebih kondusif, menarik, dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Di samping itu, penguasaan mata kuliah ini juga diharapkan membantu Anda dalam hidup bermasyarakat. Dengan kapasitas Anda sebagai guru PPKn, maka penguasaan mata kuliah ini diharapkan membantu Anda dalam memahami proses-proses sosial dan politik. Selanjutnya, Anda mampu menyesuaikan diri, menempatkan diri serta melibatkan diri dalam proses-proses sosial dan politik tersebut sesuai dengan status Anda.

Sesuai dengan maksud tersebut di atas, maka setelah mempelajari mata kuliah ini, secara komprehensif Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. menjelaskan hakikat sosiologi politik
2. menerangkan konsep strattifikasi sosial
3. menguraikan kekuasaan dalam masyarakat
4. menerangkan kekuatan dan perubahan sosial
5. menjelaskan struktur dan lembaga politik
6. menguraikan konsep budaya politik
7. menguraikan konsep-konsep sosialisasi, partisipasi, dan komunikasi politik
8. menerangkan mengenai Demokrasi Pancasila dan implementasinya
9. menjelaskan prospek pembangunan politik Indonesia.

Untuk mencapai 9 tujuan pembelajaran tersebut di atas, maka mata kuliah ini menyajikan 9 (sembilan) modul belajar sebagai berikut:

* Modul 1 hakikat Sosiologi Politik
* Modul 2 Stratifikasi sosial
* Modul 3 Kekuasaan
* Modul 4 Kekuatan dan Perubahan Sosial
* Modul 5 Struktur dan Lembaga Politik
* Modul 6 Budaya Politik
* Modul 7 Sosialisasi, partisipasi, dan Komunikasi Politik
* Modul 8 Demokrasi Pancasila dan Implementasinya
* Modul 9 Prospek Pembangunan Politik Indonesia.

Pemilihan dan penetapan topik dalam modul-modul belajar ini dikembangkan berdasarkan topik-topik inti mata kuliah Sosiologi Politik kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah (PTKSM) 1992, yang kemudian dikukuhkan dengan Kurikulum Nasional (KURNAS) tahun 1995. Dengan demikian, penyusunan topik-topik modul belajar mata kuliah Sosiologi Politik yang Anda pegang ini sudah disesuaikan dengan kurikulum terbaru. Yang berarti pula sudah dipertimbangkan kesesuaiannya atau relevansinya dengan kurikulum jenjang pendidikan yang ada di bawahnya. Sehingga Anda tidak perlu ragu mempergunakan modul belajar ini.

Anda tentu ingin berhasil dengan baik dalam mempelajari mata kuliah ini. Untuk itu Anda perlu memperhatikan atau melakukan hal-hal sebaga berikut:

Pertama, bacalah modul ini satu demi satu secara cermat hingga mencapai tingkat keberhasilan atau penguasaan paling tidak 80%

Kedua, gunakan bahan pendukung lain seperti buku-buku, majalah atau surat kabar untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda.

Ketiga. Lakukan diskusi secara intensif dengan mahasiswa lain dalam kelompok kecil dan manfaatkan kegiatan tutorial semaksimal mungkin.

Keempat, bila memungkinkan, lakukan kunjungan ke lembaga-lembaga politik atau tokoh-tokoh politik setempat untuk mengadakan dialog guna memperluas wawasan Anda.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

pkn sosiologi politik

PPKN4410
Sosiologi Politik



3 SKS - Modul 1-6 / Edisi 1
ISBN :
DDC22 : 000
Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2000

Melalui Mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat mengkaji dan menjelaskan konsep peranan sosiologi politik dalam kehidupan bernegara Materi yang disajikan dalam matakuliah ini mencakup pengertian, hakikat perkembangan dan peranan sosiologi politik, distribusi kekuasaan, perubahan sosial, pengendalian sosial, stratifikasi sosial, partisipasi politik, budaya politik, demokrasi Pancasila, pengembangan struktur politik dan pengembangan infra dan supra politik. Untuk itu mahasiswa diharapkan menjelaskan tentang peranan sosiologi politik dalam pengembangan infra dan supra politik. Kemampuan mahasiswa akan dinilai melalui tes.

pembelian online:
http://ebook.ut.ac.id/product_info.php?cPath=21_60&products_id=2031

Tinjauan Mata Kuliah

Sebagai guru PPKn, Anda tentu pernah mendengar atau menyinggung-nyinggung istilah sosiologi atau politik dalam praktik pengajaran di sekolah. Ketika kuliah, Anda juga tentu pernah mempelajarinya sebagai mata kuliah atau pokok bahasan dalam mata kuliah tertentu. Dan karenanya, kedua istilah itu tentu sudah tidak asing lagi bagi Anda. Namun terhadap istilah-istilah "Sosiologi Politik", yang secara sederhana merupakan gabungan antara istilah sosioolgi dan politik, mungkin Anda belum pernah mengetahuinya atau jika pun pernah mengetahui, mungkin Anda belum memahami substansi materinya secara mendalam.

Jika benar Anda belum mengetahui atau memahaminya secara mendalam, maka mata kuliah ini akan memberikan pemahaman kepada Anda mengenai konsep-konsep yang ada di dalamnya. Untuk itu mata kuliah ini akan menyajikan konsep-konsep sosiologi politik yang meliputi: hakikat, perkembangan, pendekatan dan peranan sosiologi politik: stratifikasi sosial; kekuasaan; kekuatan politik; sosialisasi, partisipasi dan komunikasi politik; demokrasi pancasila; dan pembangunan politik Indonesia.

Konsep-konsep ini sangat penting bagi Anda. Karena itu konsep-konsep tersebut perlu Anda pahami dengan baik untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda. Apalagi Anda sebagai guru PPKn, yang mengemban tugas cukup penting dalam membina peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik dan lebih jauh dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemahaman dan penguasaan konsep-konsep mata kuliah ini akan menjadi sangat berarti bagi Anda, terutama dalam menjalankan tugas-tugas pembelajaran. Proses pembelajaran diharapkan akan lebih kondusif, menarik, dan menumbuhkan motivasi belajar siswa. Di samping itu, penguasaan mata kuliah ini juga diharapkan membantu Anda dalam hidup bermasyarakat. Dengan kapasitas Anda sebagai guru PPKn, maka penguasaan mata kuliah ini diharapkan membantu Anda dalam memahami proses-proses sosial dan politik. Selanjutnya, Anda mampu menyesuaikan diri, menempatkan diri serta melibatkan diri dalam proses-proses sosial dan politik tersebut sesuai dengan status Anda.

Sesuai dengan maksud tersebut di atas, maka setelah mempelajari mata kuliah ini, secara komprehensif Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. menjelaskan hakikat sosiologi politik
2. menerangkan konsep strattifikasi sosial
3. menguraikan kekuasaan dalam masyarakat
4. menerangkan kekuatan dan perubahan sosial
5. menjelaskan struktur dan lembaga politik
6. menguraikan konsep budaya politik
7. menguraikan konsep-konsep sosialisasi, partisipasi, dan komunikasi politik
8. menerangkan mengenai Demokrasi Pancasila dan implementasinya
9. menjelaskan prospek pembangunan politik Indonesia.

Untuk mencapai 9 tujuan pembelajaran tersebut di atas, maka mata kuliah ini menyajikan 9 (sembilan) modul belajar sebagai berikut:

* Modul 1 hakikat Sosiologi Politik
* Modul 2 Stratifikasi sosial
* Modul 3 Kekuasaan
* Modul 4 Kekuatan dan Perubahan Sosial
* Modul 5 Struktur dan Lembaga Politik
* Modul 6 Budaya Politik
* Modul 7 Sosialisasi, partisipasi, dan Komunikasi Politik
* Modul 8 Demokrasi Pancasila dan Implementasinya
* Modul 9 Prospek Pembangunan Politik Indonesia.

Pemilihan dan penetapan topik dalam modul-modul belajar ini dikembangkan berdasarkan topik-topik inti mata kuliah Sosiologi Politik kurikulum Pendidikan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah (PTKSM) 1992, yang kemudian dikukuhkan dengan Kurikulum Nasional (KURNAS) tahun 1995. Dengan demikian, penyusunan topik-topik modul belajar mata kuliah Sosiologi Politik yang Anda pegang ini sudah disesuaikan dengan kurikulum terbaru. Yang berarti pula sudah dipertimbangkan kesesuaiannya atau relevansinya dengan kurikulum jenjang pendidikan yang ada di bawahnya. Sehingga Anda tidak perlu ragu mempergunakan modul belajar ini.

Anda tentu ingin berhasil dengan baik dalam mempelajari mata kuliah ini. Untuk itu Anda perlu memperhatikan atau melakukan hal-hal sebaga berikut:

Pertama, bacalah modul ini satu demi satu secara cermat hingga mencapai tingkat keberhasilan atau penguasaan paling tidak 80%

Kedua, gunakan bahan pendukung lain seperti buku-buku, majalah atau surat kabar untuk lebih memperluas dan memperdalam wawasan Anda.

Ketiga. Lakukan diskusi secara intensif dengan mahasiswa lain dalam kelompok kecil dan manfaatkan kegiatan tutorial semaksimal mungkin.

Keempat, bila memungkinkan, lakukan kunjungan ke lembaga-lembaga politik atau tokoh-tokoh politik setempat untuk mengadakan dialog guna memperluas wawasan Anda.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

hakikat sosiologi politik

HAKIKAT SOSIOLOGI POLITIK
hal pertama yang akan dibahas adalah "Apa si Pengertian dan Hakikat Sosiologi Politik?? "

Istilah sosiologi politik berasal dari dua kata, yaitu sosiologi dan politik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat, kelompok-kelompok sosial, dan tingkah laku individu baik individual maupun kolektif dalam konteks sosial. Politik atau ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kekuasaan sebagai konsep inti. Konsep-konsep lain sebagai objek studi politik adalah negara, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, distribusi dan alokasi.

Oleh para ahli sosiologi, sosiologi politik didefinisikan sebagai cabang atau spesialisasi dari sosiologi. Duverger bahkan menganggap sosiologi politik sama dengan ilmu politik. Para ahli ilmu politik memAndang sosiologi politik sebagai bidang subjek (subject area) studi yang mempelajari politik dengan menggunakan pendekatan sosiologis. Dalam mata kuliah ini sosiologi politik dipAndang sebagai bidang studi yang bersifat interdisipliner, yang mempelajari konsep-konsep sosiologi, politik, dan masalah-masalah politik yang ditinjau secara sosiologis.

Lalu yang kedua, bagaimana dengan perkembangan sosiologi politik??

Asal mula sosiologi politik sebagai bidang suatu studi sulit ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri dari karya-karya sosiolog atau ilmuwan politik mengenai tema-tema sosiologi politik. Dua tokoh besar yang bisa dianggap sebagai "bapak pendiri" sosiologi politik karena karyanya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi politik, baik dalam hal teori atau konsep dan metodologi ialah Karl Marx dan Max Weber. Beberapa tokoh lain yang memberikan sumbangan terhadap perkembangan sosiologi politik ialah Alexis de Tocqueville, Walter Bagehot, Gabriel Tarde, Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Ostrogroski, Roberto Michels, Stuart Rice, Harold Laswell, Gabriel Almond, Sidney Verba, James Coleman, dan Seymour Martin Lipset

trus, apa si Pendekatan dan Peranan Sosiologi Politik itu???

Pendekatan adalah orientasi khusus atau titik pAndang tertentu yang digunakan dalam studi atau penelitian sosiologi politik. Ada 4 pendekatan yang umum dilakukan dalam studi sosiologi politik, yaitu :
(1) pendekatan historis,
(2) pendekatan komparatif,
(3) pendekatan insttitusional, dan
(4) pendekatan behavioral.

Metode adalah cara yang dilakukan dalam studi sosiologi politik termasuk teknik analisa data guna mengambil kesimpulan. Ada dua metode yang dikenal, yaitu
(1) metode kuantitatif, yang menggunakan data-data kuantitatif (angka-angka) dan tes-tes statistika dalam pengambilan kesimpulan,
(2) metode kualitatif, yang menggunakan data-data kualitatif (verbal) dan tidak menggunakan teknik-teknik statistika dalam mengambil kesimpulan.

Untuk memperoleh data bisa menggunakan teknik wawancara, studi kasus, pengamatan baik terlibat maupun tidak atau teknik lainnya. Teori dan model digunakan pula dalam studi-studi sosiologi politik guna memberikan pedoman bagi pelaksanan penelitian.

Sosiologi politik, melalui penelitian-penelitian yang dilakukan dapat berperan dalam pembangunan, khususnya pembangunan politik. Peranan tersebut terutama dalam menyediakan data-data hasil penelitian guna keperluan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

sosiologi politik

SOSIOLOGI POLITIK

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.
• Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
• Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
• Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan.
• Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstarak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
• sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencarai prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.1. Jelaskan hakikat dan fungsi sosiologi politik ?

• Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
• Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

2. Ciri-ciri sosiologi politik ?
Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.
 Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
 Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
 Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
 Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

3. Pendekatan dalam sosiologi politik ?
Pendekatan adalah orientasi khusus atau titik pAndang tertentu yang digunakan dalam studi atau penelitian sosiologi politik. Ada 4 pendekatan yang umum dilakukan dalam studi sosiologi politik, yaitu :
(1) Pendekatan historis,
(2) Pendekatan komparatif,
(3) Pendekatan insttitusional, dan
(4) Pendekatan behavioral.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosiologi politik?
- Keluarga
Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi politik seorang anak, diantaranya karena:
a. Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak
b. Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) politik orang tua
c. Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga
d. Tingkat minat orang tua terhadap politik
e. Proses sosialisasi politik keluarga
- Agama dan Ekonomi
Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku politik individu adalah agama yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan di luar rumah pada kenyataannya juga mensosialisasikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
- Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan
Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan keyakinan dan pola perilaku individu di berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik. Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalam voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, dan status individu tersebut.

5. Dampak dari sosiologi politik?
Sosiologi politik membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut Webster (1984), terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain :
1. Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain.
2. Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
3. Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
4. Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
5. Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

jenis atau macam pengendalian sosial

Jenis/Macam Pengendalian Sosial Dan Pengertian Pengendalian Sosial - Pengetahuan Sosiologi
Tue, 08/07/2008 - 1:31am — godam64

A. Arti Definisi / Pengertian Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial adalah merupakan suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang / membangkang.

B. Macam-Macam / Jenis-Jenis Cara Pengendalian Sosial

Berikut ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sosial masyarakat :

1. Pengendalian Lisan (Pengendalian Sosial Persuasif)
Pengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.

2. Pengendalian Simbolik (Pengendalian Sosial Persuasif)
Pengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.

3. Pengendalian Kekerasan (Pengendalian Koersif)
Pengendalian melalui cara-cara kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat si pelanggar jera dan membuatnya tidak berani melakukan kesalahan yang sama. Contoh seperti main hakim sendiri.

* sosiologi

* Add new comment

Comments
Wed, 10/09/2008 - 9:50am — wayan suartawa
INI RESUME DARI SUMBER LAIN

PENGENDALIAN ATAU KONTROL SOSIAL

A. PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang semua anggota masyarakat bersedia menaati aturan yang berlaku, hampir bisa dipastikan kehidupan bermasyarakat akan bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Tetapi, berharap semua anggota masyarakat bisa berperilaku selalu taat, tentu merupakan hal yang mahal. Di dalam kenyataan, tentu tidak semua orang akan selalu bersedia dan bisa memenuhi ketentuan atau aturan yang berlaku dan bahkan tidak jarang ada orang-orang tertentu yang sengaja melanggar aturan yang berlaku untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat berperilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku adalah sebagai berikut ( Soekanto, 181:45)
1. Karena kaidah-kaidah yang ada tidak memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidah memenuhi kebutuhan dasarnya.
2. Karena kaidah yang ada kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan aneka penafsiran dan penerapan.
3. Karena di dalam masyarakat terjadi konflik antara peranan-peranan yang dipegang warga masyarakat, dan
4. Karena memang tidak mungkin untuk mengatur semua kepentingan warga masyarakat secara merata.
Pada situasi di mana orang memperhitungkan bahwa dengan melanggar atau menyimpangi sesuatu norma dia malahan akan bisa memperoleh sesuatu reward atau sesuatu keuntungan lain yang lebih besar, maka di dalam hal demikianlah enforcement demi tegaknya norma lalu terpaksa harus dijalankan dengan sarana suatu kekuatan dari luar. Norma tidak lagi self-enforcing (norma-norma sosial tidak lagi dapat terlaksana atas kekuatannya sendiri ), dan akan gantinya harus dipertahankan oleh petugas-petugas kontrol sosial dengan cara mengancam atau membebankan sanksi-sanksi kepada mereka-mereka yang terbukti melanggar atau menyimpangi norma.
Apabila ternyata norma-norma tidak lagi self-enforcement dan proses sosialisasi tidak cukup memberikan efek-efek yang positif, maka masyarakat – atas dasar kekuatan otoritasnya – mulai bergerak melaksanakan kontrol sosial (social control).
Menurut Soerjono Soekanto, pengendalian sosial adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Obyek (sasaran) pengawasan sosial, adalah perilaku masyarakat itu sendiri. Tujuan pengawasan adalah supaya kehidupan masyarakat berlangsung menurut pola-pola dan kidah-kaidah yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, pengendalian sosial meliputi proses sosial yang direncanakan maupun tidak direncanakan (spontan) untuk mengarahkan seseorang. Juga pengendalian sosiap pada dasarnya merupakan sistem dan proses yang mendidik, mengajak dan bahkan memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma sosial.
1. Sistem mendidik dimaksudkan agar dalam diri seseorang terdapat perubahan sikap dan tingkah laku untuk bertindak sesuai dengan norma-norma.
2. Sistem mengajak bertujuan mengarahkan agar perbuatan seseorang didasarkan pada norma-norma, dan tidak menurut kemauan individu-individu.
3. Sistem memaksa bertujuan untuk mempengaruhi secara tegas agar seseorang bertindak sesuai dengan norma-norma. Bila ia tidak mau menaati kaiah atau norma, maka ia akan dikenakan sanksi.
Dalam pengendalian sosial kita bisa melihat pengendalian sosial berproses pada tiga pola yakni :
1. Pengendalian kelompok terhadap kelompok
2. Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya
3. Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya.

B. JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dimaksudkan agar anggota masyarkat mematuhi norma-norma sosial sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksud tersebut, dikenal beberapa jenis pengendalian. Penggolongan ini dibuat menurut sudut pandang dari mana seseorang melihat pengawasan tersebut.
a. Pengendalian preventif merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi ”mengancam sanksi” atau usaha pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi, usaha pengendalian sosial yang bersifat preventif dilakukan sebelum terjadi penyimpangan.
b. Pengendalian represif ; kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula dengan dijalankan di dalam versi “menjatuhkan atau membebankan, sanksi”. Pengendalian ini berfungsi untuk mengembalikan keserasian yang terganggu akibat adanya pelanggaran norma atau perilaku meyimpang. Untuk mengembalikan keadaan seperti semula, perlu diadakan pemulihan. Jadi, pengendalian disini bertujuan untuk menyadarkan pihak yang berperilaku menyimpang tentang akibat dari penyimpangan tersebut, sekaligus agar dia mematuhi norma-norma sosial.
c. Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari norma-norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang bersangkutan maupun orang lain.
d. Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun agama.
e. Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat. Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga masyarakat.
f. Pengendalian institusional ialah pengaruh yang datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu. Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga tersebut.
g. Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya juga dikenal.

C. CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui :
1. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarkat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat diberikan melakui jalur formal dan informal secara rutin.
2. Tekanan Sosial
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan kelompok tersebut.
Pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarkat kecil yang sifatnya akrab dan informal seperti keluarga, kelompok bermain, klik ) biasanya bersifat informal, spontan, dan tidak direncanakan, biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip) dan pengasingan.
Pengendalian sosial yang diberikan kepada kelompok sekunder (kelompok masyarkat yang lebih besar yang tidak bersifat pribadi (impersonal) dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan ) lebih bersifat formal. Alat pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, kenaikan pangkat, pemberian gelar, imbalan dan hadiah dan sanksi serta hukuman formal.
3. Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
Kekuatan da kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan itu terpaksa dipergunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial.

Disamping cara di atas juga agar proses pengendalian berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan, perlu dberlakukan cara-cara tertentu sesuai dengan kondisi budaya yang berlaku.
a. Pengendalian tanpa kekerasan (persuasi); bisasanya dilakukan terhadap yang hidup dalam keadaan relatif tenteram. Sebagian besar nilai dan norma telah melembaga dan mendarah daging dalam diri warga masyarakat.
b. Pengendalian dengan kekerasan (koersi) ; biasanya dilakukan bagi masyarakat yang kurang tenteram, misalnya GPK (Gerakan Pengacau Keamanan).
Jenis pengendalian dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni kompulsi dan pervasi.
1) Kompulsi (compulsion) ialah pemaksaan terhadap seseorang agar taat dan patuh tehadap norma-norma sosial yang berlaku.
2) Pervasi ( pervasion ) ialah penanaman norma-norma yang ada secara berulang -ulang dengan harapan bahwa hal tersebut dapat masuk ke dalam kesadaran seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan terus menerus.

2. Fungsi Pengendalian Sosial
Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :
a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.
b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
c. Mengembangkan rasa malu
d. Mengembangkan rasa takut
e. Menciptakan sistem hukum

Kontrol sosial – di dalam arti mengendalikan tingkah pekerti-tingkah pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konform dengan keharusan-keharusan norma-hampir selalu dijalankan dengan bersarankan kekuatan sanksi (sarana yang lain:pemberian incentive positif). Adapun yang dimaksud dengan sanksi dalam sosiologi ialah sesuatu bentuk penderitaan yang secara sengaja dibebankan oleh masyarakat kepada seorang warga masy arakat yang terbukti melanggar atau menyimpangi keharusan norma sosial, dengan tujuan agar warga masyarakat ini kelak tidak lagi melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap norma tersebut.
Ada tiga jenis sanksi yang digunakan di dalam usaha-usaha pelaksanaan kontrol sosial ini, yaitu :
1. Sanksi yang bersifat fisik,
2. Sanksi yang bersifat psikologik, dan
3. Sanksi yang bersifat ekonomik.
Pada praktiknya, ketiga jenis sanksi tersebut di atas itu sering kali terpaksa diterapkan secara bersamaan tanpa bisa dipisah-pisahkan, misalnya kalau seorang hakim menjatuhkan pidana penjara kepada seorang terdakwa; ini berarti bahwa sekaligus terdakwa tersebut dikenai sanksi fisik (karena dirampas kebebasan fisiknya), sanksi psikologik (karena terasakan olehnya adanya perasaan aib dan malu menjadi orang hukuman), dan sanksi ekonomik ( karena dilenyapkan kesempatan meneruskan pekerjaannya guna menghasilkan uang dan kekayaan ).
Sementara itu, untuk mengusahakan terjadinya konformitas, kontrol sosial sesungguhnya juga dilaksanakan dengan menggunakan incentive-incentive positif yaitu dorongan positif yang akan membantu individu-individu untuk segera meninggalkan pekerti-pekertinya yang salah, Sebagaimana halnya dengan sanksi-sanksi, pun incentive itu bisa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Incentive yang bersifat fisik;
2. Incentive yang bersifat psikologik; dan
3. Incentive yang bersif ekonomik.
Incentive fisik tidaklah begitu banyak ragamnya, serta pula tidak begitu mudah diadakan. Pun, andaikata bisa diberikan, rasa nikmat jasmaniah yang diperoleh daripadanya tidaklah akan sampai seekstrem rasa derita yang dirasakan di dalam sanksi fisik. Jabatan tangan, usapan tangan di kepala, pelukan, ciuman tidaklah akan sebanding dengan ekstremitas penderitaan sanksi fisik seperti hukuman cambuk, hukuman kerja paksa, hukuman gantung dan lain sebagainya. Bernilai sekadar sebagai simbol, kebanyakan incentive fisik lebih tepat dirasakan sebagai incentive psikologik. Sementara itu, disamping incentive fisik dan psikologik tidak kalah pentingnya adalah incentive ekonomik. Incentive ekonomik kebanyakan berwujud hadiah-hadiah barang atau ke arah penghasilan uang yang lebih banyak.

Apakah kontrol sosial itu selalu cukup efektif untuk mendorong atau memaksa warga masyarakat agar selalu conform dengan norma-norma sosial (yang dengan demikian menyebabkan masyarakat selalu berada di dalam keadaan tertib ) ? Ternyata tidak. Usaha-usaha kontrol sosial ternyata tidak berhasil menjamin terselenggaranya ketertiban masyarakat secara mutlak, tanpa ada pelanggaran atau penyimpangan norma-norma sosial satu kalipun.
Ada lima faktor yang ikut menentukan sampai seberapa jauhkah sesungguhnya sesuatu usaha kontrol sosial oleh kelompok masyarakat itu bisa dilaksanakan secara efektif, yaitu :
1. Menarik-tidaknya kelompok masyarakat itu bagi warga-warga yang bersangkutan ;
2. Otonom-tidaknya kelompok masyarakat itu;
3. Beragam-tidaknya norma-norma yang berlaku di dalam kelompok itu,
4. Besar-kecilnya dan bersifat anomie-tidaknya kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan
5. Toleran-tidaknya sikap petugas kontrol sosial terhadap pelanggaran yang terjadi.

1. Menarik-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu Bagi Warga yang Bersangkutan.
Pada umumnya, kian menarik sesuatu kelompok bagi warganya, kian besarlah efektivitas kontrol sosial atas warga tersebut, sehingga tingkah pekerti-tingkah pekerti warga itu mudah dikontrol conform dengan keharusan-keharusan norma yang berlaku. Pada kelompok yang disukai oleh warganya, kuatlah kecendrungan pada pihak warga-warga itu untuk berusaha sebaik-baiknya agar tidak melanggar norma kelompok. Norma-norma pun menjadi self-enforcing. Apabila terjadi pelanggaran, dengan mudah si pelanggar itu dikontrol dan dikembalikan taat mengikuti keharusan norma. Sebaliknya, apabila kelompok itu tidak menarik bagi warganya, maka berkuranglah motif pada pihak warga kelompok untuk selalu berusaha menaati norma-norma sehingga karenanya-bagaimanapun juga keras dan tegasnya kontrol sosial dilaksanakan-tetaplah juga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

2. Otonom-Tidaknya Kelompok Masyarakat Itu.
Makin otonom suatu kelompok, makin efektiflah kontrol sosialnya, dan akan semakin sedikitlah jumlah penyimpangan-penyimpangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di atas norma-norma kelompok. Dalil tersebut diperoleh dari hasil studi Marsh.
Penyelidikan Marsh ini dapat dipakai sebagai landasan teoritis untuk menjelaskan mengapa kontrol sosial efektif sekali berlaku di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-kecil dan terpencil; dan sebaliknya mengapa di dalam masyarakt kota besar-yang terdiri dari banyak kelompok-kelompok sosial besar maupun kecil itu – kontrol sosial bagaimanapun juga kerasnya dilaksanakan tetap saja kurang efektif menghadapi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

3. Beragam-Tidaknya Norma-norma yang Berlaku di dalam Kelompok Itu
Makin beragam macam norma-norma yang berlaku dalam suatu kelompok-lebih-lebih apabila antara norma-norma itu tidak ada kesesuaian, atau apabila malahan bertentangan-maka semakin berkuranglah efektivitas kontrol sosial yang berfungsi menegakkannya. Dalil ini pernah dibuktikan di dalam sebuah studi eksperimental yang dilakukan oleh Meyers.
Dihadapkan pada sekian banyak norma-norma yang saling berlainan dan saling berlawanan, maka individu-individu warga masyarakat lalu silit menyimpulkan adanya sesuatu gambaran sistem yang tertib, konsisten, dan konsekuen. Pelanggaran atas norma yang satu (demi kepentingan pribadi) sering kali malahan terpuji sebagai konformitas yang konsekuen pada norma yang lainnya. Maka, dalam keadaan demikian itu, jelas bahwa masyarakat tidak akan mungkin mengharapkan dapat terselenggaranya kontrol sosial secara efektif.

4. Besar-Kecilnya dan Bersifat Anomie-Tidaknya Kelompok Masyarakat yang Bersangkutan
Semakin besar suatu kelompok masyarakat, semakin sukarlah orang saling mengidentifikasi dan saling mengenali sesama warga kelompok. Sehingga, dengan bersembunyi di balik keadaan anomie (keadaan tak bisa saling mengenal), samakin bebaslah individu-individu untuk berbuat “semaunya”, dan kontrol sosialpun akan lumpuh tanpa daya.
Hal demikian itu dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat-masyarakat primitif yang kecil-kecil, di mana segala interaksi sosial lebih bersifat langsung dan face-to-face. Tanpa bisa bersembunyi di balik sesuatu anomie, dan tanpa bisa sedikit pun memanipulasi situasi heterogenitas norma, maka warga masayarakat di dalam masyarakat-masyarakat yang kecil-primitif itu hampir-hampir tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari kontrol sosial. Itulah sebabnya maka kontrol sosial di masyarakat primitif itu selalu terasa amat kuatnya, sampai-sampai suatu kontrol sosial yang informal sifatnya-seperti ejekan dan sindiran-itu pun sudah cukup kuat untuk menekan individu-individu agar tetap memerhatikan apa yang telah terlazim dan diharuskan.

5. Toleran-Tidaknya Sikap Petugas Kontrol Sosial Terhadap Pelanggaran yang Terjadi
Sering kali kontrol sosial tidak dapat terlaksana secara penuh dan konsekuen, bukan kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, melainkan karena sikap toleran (menenggang) agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Mengambil sikap toleran, pelaksana kontrol sosial itu sering membiarkan begitu saja sementara pelanggar norma lepas dari sanksiyang seharusnya dijatuhkan.
Adapun toleransi pelaksana-pelaksana kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
a. Ekstrim-tidaknya pelanggaran norma itu;
b. Keadaan situasi sosial pada ketika pelanggaran norma itu terjadi;
c. Status dan reputasi individu yang ternyata melakukan pelanggaran; dan
d. Asasi-tidaknya nilai moral-yang terkandung di dalam norma-yang terlanggar.

Kontrol atau pengendalian sosial mengacu kepada berbagai alat yang dipergunakan oleh suatu masyarakat untuk mengembalikan anggota-anggota yang kepala batu ke dalam relnya. Tidak ada masyarakat yang bisa berjalan tanpa adanya kontrol sosial.
Bentuk kontrol sosial atau cara-cara pemaksaan konformitas relatif beragam. Cara pengendalian masyarakat dapat dijalankan dengan cara persuasif atau dengan cara koersif. Cara persuasif terjadi apabila pengendalian sosial ditekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing, sedangkan cara koersif tekanan diletakkan pada kekeraan atau ancaman dengan mempergunakan atau mengandalkan kekuatan fisik. Menurut Soekanto (1981;42) cara mana yang lebih baik senantiasa tergantung pada situasi yang dihadapi dan tujuan yang hendak dicapai, maupun jangka waktu yang dikehendaki.

Di dalam masyarakat yang makin kompleks dan modern, usaha penegakan kaidah sosial tidak lagi bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan kesadaran warga masyarakat atau pada rasa sungkan warga masyarakat itu sendiri. Usaha penegakan kaidah sosial di dalam masyarakat yang makin modern, tak pelak harus dilakukan dan dibantu oleh kehadiran aparat petugas kontrol sosial.
Di dalam berbagai masyarakat, beberapa aparat petugas kontrol sosial yang lazim dikenal adalah aparat kepolisian, pengadilan, sekolah, lembaga keagamaan, adat, tokoh masyarakat-seperti kiai-pendeta-tokoh yang dituakan, dan sebagainya.

Diarikan dari : “Berkenalan dengan Sosiologi, M. Sitorus”
“Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, J.dwi Narwoko-Bagong Suyatno (ed
Read more »

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS