pandangan politik

Dewasa ini orang punya kebebasan penuh mengembangkan pandangan politik. Itu hasil utama dari demokrasi kita. Tapi sangat susah untuk menggunakan kebebasan baru. Perlu pandangan yang jernih, dan itu harus dilatih.

Berikut ini beberapa pendapat yang banyak dianut orang, dalam contoh aktual dari website www.perspektif.net. Nama tidak disebut, karena tidak sempat minta izin. Tapi orang bersangkutan pasti mengenal kata-katanya dan bisa berkomentar pada website kami itu. Sebagai contoh pertama, sering kita dengar pendapat seperti ini: 'Partai-partai yang ada kebanyakan hanya mau cari duit aja. Dengan semakin banyak partai semakin menunjukkan ketidakdewasaan bangsa ini. Ini menggambarkan bahwa sangat banyak orang Indonesia yang gila jabatan dan kekuasaan. Dan ujung-ujungnya adalah mencari duit. Dan bukan mau membangun bangsa ini.' Kesimpulannya sangat mungkin benar. Tapi proses pemikirannya kurang jernih. Coba kita lihat beberapa bagian yang rancu.

'Partai-partai yang ada kebanyakan hanya mau cari duit aja.' Mencari duit tidak salah, yang salah adalah pemakaian duit itu oleh orang-orang yang kurang baik. Harusnya, uangnya dipakai untuk menampilkan tokoh-tokoh baru yang baik, orang yang belum punya dukungan selama ini. Banyak orang baik yang dihargai masyarakat, alangkah baiknya kalau partai menginvestasikan uangnya pada orang itu. Juga menguntungkan partai, sebab pemilih akan bersimpati pada partai yang mencalonkan orang baik. Contoh nyata ada di depan kita, yaitu Barack Obama yang mendapat dukungan dari Partai Demokrat di Amerika Serikat.

Pada awalnya, Barack Obama tidak punya uang, sama seperti Faisal Basri pada waktu memulai usahanya menjadi Gubernur DKI. Waktu itu Faisal Basri ditanya, bagaimana kamu mau menang kalau tidak punya uang. Faisal menjawab bahwa ia yakin uang akan datang mendukung calon yang dipercaya. Ternyata perkiraan dia meleset, sebab partai yang pada awalnya mendukung akhirnya memilih orang lain yang punya banyak uang. Mengapa begitu? Karena partainya sendiri tidak punya uang.

Pernyataan lain yang didasarkan pada pandangan rancu adalah 'Dengan semakin banyak partai semakin menunjukkan ketidakdewasaan bangsa ini.' Wah, justru banyaknya partai menunjukkan keinginan untuk menghindari partai lama yang sudah jelas mengecewakan orang biasa. Memang ada pilihan lain, yaitu memperbaiki partai yang ada, tapi kan susah. Lepas dari senang atau tidak pada SBY, ia memilih jalan yang tepat, mendirikan partai baru, daripada menawarkan ikut partai yang ada. Memang ternyata Partai Demokrat mengecewakan karena tidak punya karakter, tapi sebagai mesin pemilihan, terbukti berhasil. Silakan saja membuat partai sebanyak yang memenuhi syarat, nanti pemilih akan menentukan sendiri pilihannya. Sama seperti pasar, apa salahnya kalau banyak barang yang ditawarkan. Pembeli bisa memilih sendiri. Lebih baik daripada pilihan barangnya sedikit, jadi orang tidak punya pilihan.

Ada jenis pendapat yang bagus, jernih, tapi meleset dalam kesimpulannya. Sering muncul pada topik yang susah ditanggapi dengan jernih, seperti soal golput. Contoh komentar: 'wuah..wuah...kok milih pada golput seh??? emmm... terkesan jadi pecundang gak seh? hhi..hhi...muuph ya untuk yg memilih jln golput! .....bangsa ini masih memerlukan orang yang peduli untuk kemajuan dan perubahan besar yg ada di depan sana. as simple as possible aja neh, klo bukan kita yang ikut andil dalam kancah demokrasi termasuk dalam urusan coblos men-coblos yg artinya kita ikut andil menentukan nasib negara kita tercinta dikemudian hari...sapa lagi? bukan negara tetangga, bukan para LSM luar, atau bukan bara donatur yg sering wara-wiri ke ibu pertiwi kita tercinta ini! tapi tidak lain dan tidak bukan ya..kita sendiri, para generasi penerus bangsa khususnya yg akan mengambil alih perjuangan para pemimpin kita dikemudian hari... it's just simple thing, so...open ur mind, ur heart n hear what u want to ur country, one voice is so meaningful for Indonesia to go to the future.'

Semuanya benar (menurut saya, tentunya) dan menunjukkan sikap positif, tapi salah kalau merendahkan golput. Masih ada cara lain untuk menjalankan demokrasi, melalui bentuk-bentuk penyampaian pendapat. Golput masih lebih bagus daripada orang yang asal milih tanpa punya sikap. Tapi jangan hanya golput, tapi kembangkan upaya lain untuk memunculkan pilihan yang lebih baik. It is all about contributing to reform.

Terakhir, pendapat seperti berikut ini sangat mengerikan: 'Cukup mengejutkan kalau ternyata demokrasi is all about "memilih". Lalu apa gunanya duit ratusan trilyun yang tidak berguna untuk membiayai demokrasi kita? Kampungan banget ya..

Demokrasi seharusnya adalah persamaan hak di banyak bidang, ekonomi, politik, sosbud, dan kebebasan untuk berpendapat. Namun, hal yang dilupakan banyak orang adalah, demokrasi berarti apa saja boleh. Sedangkan motor saya pakai rem, bangsa ini rem-nya ditinggal di rumah! jadilah demokrasi indonesia bukan lagi hal yang menggemberikan, tapi justru memalukan! Kalu sudah begitu, mendingan tidak berdemokrasi deh!'

Jalan pikirannya oke, karena didorong keinginan untuk perbaikan. Begitu kuat keinginannya, sampai menjadi frustrasi mengatakan 'mendingan tidak berdemokrasi deh !' Pandangan seperti ini bukan saja rancu tapi berbahaya. Diktator muncul karena orang putus asa dengan demokrasi. Sukarno menjadi diktator setelah demokrasi multipartai kurang berhasil. Suharto menjadi diktator setelah orang mau meninggalkan sikap bebas. Bahkan Hitler juga muncul dari demokrasi gagal. Ia bisa menjadi diktator terbesar dalam sejarah dan membunuh jutaan rakyat Jerman setelah masa demokrasi membuat ekonomi Jerman rusak.

Sekarang kita masih punya pilihan, mau hidup di penjara dimana kita tinggal terima pembagian barang kebutuhan, atau di alam bebas dimana kita bisa merealisasikan potensi Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar